..(( Detik-Detik Menjelang Wafatnya Rasulullah ))..
"Isyarat telah datang dan saatnya telah tiba. Rasulullah akan meninggalkan kita semua." Keluh dalam hati para Sahabat Rasul. Manusia paling Mulia sejagat itu telah hampir selesai menunaikan tugasnya. Dan tanda-tanda itu tampak semakin kuat. Sayyidina Ali dengan cekatan memeluk Rasulullah yang begitu lemah dan begitu goyah ketika turun dari mimbar.
Matahari kian tinggi. Tapi pintu rumah Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wa salam masih tertutup. Didalam rumahnya, Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wa salam tengah terbaring lemah dengan kening berkeringat membasahi pelepah kurma sebagai alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar salam.
"Assalamu'alaikum. Bolehkah saya masuk?" tanyanya.
Siti Fatimah tidak serta merta mengijinkan ia masuk.
"Wa'alaikumsalam. Maaf Ayahandaku lagi demam."
Ia kembali menemani Ayahandanya yang ternyata sudah membuka mata sembari bertanya :
"Siapakah dia wahai anakku?"
"Tak tahulah Ayahandaku. Sepertinya baru kali ini aku melihatnya." tutur Fatimah dengan lembutnya.
Lalu Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wa salam menatap puterinya dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bagian demi bagian wajah puterinya ingin dikenangnya.
"Ketahuilah Fatimah. Dialah yang akan menghapuskan kenikmatan sementara. Dialah yang akan memisahkan pertemuan di dunia. Dialah Malaikatul Maut." kata Rasulullah.
Seketika Fatimah berusaha menahan ledakan tangisnya.
Keadilan Allah SWT
Dengan suara terbata-bata, pagi itu Rasulullah
Shalallahu 'alaihi Wa salam berkhutbah, "Wahai umatku, kita semua dalam
kekuasaan Allah dan dalam cinta kasih-Nya. Maka taat dan bertakwalah
kepada-Nya. Kuwariskan dua hal kepada kalian, yaitu Al-Qur'an dan
Sunnahku. Barangsiapa yang mencintai Sunnahku, berarti mencintaiku dan
kelak orang-orang yang mencintaiku akan masuk Surga bersama-sama
denganku."
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang menatap satu persatu para sahabatnya. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Umar Bin Khathab menahan nafas dalam tangisnya. Utsman Bin 'Affan menghela nafas panjang. Ali Bin Abi Thalib hanya bisa menundukkan kepala.
Khutbah singkat itu diakhiri dengan pandangan mata Rasulullah yang tenang menatap satu persatu para sahabatnya. Abu Bakar menatap mata itu dengan berkaca-kaca. Umar Bin Khathab menahan nafas dalam tangisnya. Utsman Bin 'Affan menghela nafas panjang. Ali Bin Abi Thalib hanya bisa menundukkan kepala.
"Isyarat telah datang dan saatnya telah tiba. Rasulullah akan meninggalkan kita semua." Keluh dalam hati para Sahabat Rasul. Manusia paling Mulia sejagat itu telah hampir selesai menunaikan tugasnya. Dan tanda-tanda itu tampak semakin kuat. Sayyidina Ali dengan cekatan memeluk Rasulullah yang begitu lemah dan begitu goyah ketika turun dari mimbar.
Matahari kian tinggi. Tapi pintu rumah Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wa salam masih tertutup. Didalam rumahnya, Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wa salam tengah terbaring lemah dengan kening berkeringat membasahi pelepah kurma sebagai alas tidurnya. Tiba-tiba dari luar pintu terdengar salam.
"Assalamu'alaikum. Bolehkah saya masuk?" tanyanya.
Siti Fatimah tidak serta merta mengijinkan ia masuk.
"Wa'alaikumsalam. Maaf Ayahandaku lagi demam."
Ia kembali menemani Ayahandanya yang ternyata sudah membuka mata sembari bertanya :
"Siapakah dia wahai anakku?"
"Tak tahulah Ayahandaku. Sepertinya baru kali ini aku melihatnya." tutur Fatimah dengan lembutnya.
Lalu Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wa salam menatap puterinya dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bagian demi bagian wajah puterinya ingin dikenangnya.
"Ketahuilah Fatimah. Dialah yang akan menghapuskan kenikmatan sementara. Dialah yang akan memisahkan pertemuan di dunia. Dialah Malaikatul Maut." kata Rasulullah.
Seketika Fatimah berusaha menahan ledakan tangisnya.
Malaikat Turun ke Bumi
Ketika Malaikat maut datang mendekat,
Rasulullah menanyakan kenapa Malaikat Jibril tidak menyertainya.
Kemudian dipanggillah Malaikat Jibril yang sudah bersiap di atas langit
dunia untuk menyambut kedatangan Ruh kekasih Allah yang begitu Mulia
ini.
"Jibril, katakan apa hakku nanti di hadapan Allah." tanya Rasulullah dengan suara yang teramat lemah dan lirih.
"Pintu-pintu langit telah terbuka. Para Malaikat telah menanti Ruhmu. Semua Surga terbuka lebar menanti kedatanganmu." jawab Malaikat Jibril.
Dan ternyata itu tidak membuat hati Rasulullah lega. Matanya masih begitu tampak penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar kabar ini ya Rasul?" tanya Malaikat Jibril.
"Katakan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" lanjut Rasulullah.
"Jangan khawatir ya Rasulullah. Aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku, "Kuharamkan Surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya." jawab Malaikat Jibril.
Detik demi detik semakin berlalu. Saatnya Malaikat Izrail (Maut) melaksanakan tugasnya. Perlahan Ruh Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wa salam ditariknya. Tampak sekujur tubuh Rasulullah bersimbah keringat. Urat-urat lehernya menegang.
"Jibril, betapa sakitnya Sakratul Maut ini." Rasulullah mengaduh lirih.
Fatimah tak kuasa menatap Ayahandanya. Dibiarkan matanya terpejam. Sayyidina Ali yang berada di sampingnya menunduk semakin dalam. Malaikat Jibrilpun memalingkan muka.
"Jijikkah engkau melihatku hingga engkau palingkan wajahmu Ya Jibril?" tanya Rasulullah pada Malaikat Jibril sang Penyampai Wahyu itu.
"Siapa yang sanggup melihat kekasih Allah direnggut ajal ya Rasul?" kata Malaikat Jibril.
"Jibril, katakan apa hakku nanti di hadapan Allah." tanya Rasulullah dengan suara yang teramat lemah dan lirih.
"Pintu-pintu langit telah terbuka. Para Malaikat telah menanti Ruhmu. Semua Surga terbuka lebar menanti kedatanganmu." jawab Malaikat Jibril.
Dan ternyata itu tidak membuat hati Rasulullah lega. Matanya masih begitu tampak penuh kecemasan.
"Engkau tidak senang mendengar kabar ini ya Rasul?" tanya Malaikat Jibril.
"Katakan kepadaku bagaimana nasib umatku kelak?" lanjut Rasulullah.
"Jangan khawatir ya Rasulullah. Aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku, "Kuharamkan Surga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya." jawab Malaikat Jibril.
Detik demi detik semakin berlalu. Saatnya Malaikat Izrail (Maut) melaksanakan tugasnya. Perlahan Ruh Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wa salam ditariknya. Tampak sekujur tubuh Rasulullah bersimbah keringat. Urat-urat lehernya menegang.
"Jibril, betapa sakitnya Sakratul Maut ini." Rasulullah mengaduh lirih.
Fatimah tak kuasa menatap Ayahandanya. Dibiarkan matanya terpejam. Sayyidina Ali yang berada di sampingnya menunduk semakin dalam. Malaikat Jibrilpun memalingkan muka.
"Jijikkah engkau melihatku hingga engkau palingkan wajahmu Ya Jibril?" tanya Rasulullah pada Malaikat Jibril sang Penyampai Wahyu itu.
"Siapa yang sanggup melihat kekasih Allah direnggut ajal ya Rasul?" kata Malaikat Jibril.
Kasih Sayang Kepada Umat Tiada Duanya
Kemudian terdengar
Rasulullah memekik karena merasakan sakit yang tak tertahankan. "Ya
Allah, dahsyat sekali sakitnya maut ini. Timpakan saja semua siksa maut
ini kepadaku. Jangan pada umatku."
Badan Rasulullah mulai dingin. Kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya mulai bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali segera mendekatkan telinganya kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wa salam.
"Uushikum bishshalaati wamaa malakat aymanukum."
Aku berpesan kepada kalian jagalah sholat dan peliharalah orang-orang lemah diantara kamu."
Di luar pintu, tangispun mulai terdengar bersahutan. Sahabat Rasulullah saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya. Dan Sayyidina Ali kembali mendekatkan telinga di bibir Rasulullah yang mulai tampak kebiru-biruan.
"Ummatii...Ummatii....Ummatii."
Bagaimana nasib umatku.. umatku.. umatku.
Inna Lillahi Wainna Ilaihi Raji'un.
Berakhirlah sudah riwayat hidup seorang manusia yang kemuliaannya tak ada yang menandingi. Seorang manusia pilihan yang telah memberi sinar cahaya terang dan membawa kita terbebas dari kegelapan. Sosok yang begitu cinta kepada umatnya. Di saat ajalpun Rasulullah tidak memikirkan anaknya, isterinya atau yang lainnya. Dalam hatinya Rasulullah begitu gelisah memikirkan nasib umatnya.
wassalamu'alaikum..
sumber:
konsul dokter islam.
Badan Rasulullah mulai dingin. Kaki dan dadanya sudah tak bergerak lagi. Bibirnya mulai bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali segera mendekatkan telinganya kepada Rasulullah Shalallahu 'alaihi Wa salam.
"Uushikum bishshalaati wamaa malakat aymanukum."
Aku berpesan kepada kalian jagalah sholat dan peliharalah orang-orang lemah diantara kamu."
Di luar pintu, tangispun mulai terdengar bersahutan. Sahabat Rasulullah saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya. Dan Sayyidina Ali kembali mendekatkan telinga di bibir Rasulullah yang mulai tampak kebiru-biruan.
"Ummatii...Ummatii....Ummatii."
Bagaimana nasib umatku.. umatku.. umatku.
Inna Lillahi Wainna Ilaihi Raji'un.
Berakhirlah sudah riwayat hidup seorang manusia yang kemuliaannya tak ada yang menandingi. Seorang manusia pilihan yang telah memberi sinar cahaya terang dan membawa kita terbebas dari kegelapan. Sosok yang begitu cinta kepada umatnya. Di saat ajalpun Rasulullah tidak memikirkan anaknya, isterinya atau yang lainnya. Dalam hatinya Rasulullah begitu gelisah memikirkan nasib umatnya.
wassalamu'alaikum..
sumber:
konsul dokter islam.
Keadilan Allah SWT
Suatu ketika Nabi Musa AS bermunajat
di bukit Thursina. “Ya, Allah, tunjukkanlah keadilanmu kepadaku!”
Allah pun berfirman kepada Musa, “Jika
Aku menampakkan keadilan-Ku kepadamu, engkau tidak akan sabar dan tergesa-gesa
menyalahkan-Ku”.
“Dengan taufik-mu”, kata Musa, “aku akan bersabar menerima dan menyaksikan
keadilan-mu”.
Firman-Nya, “pergilah engkau ke
sebuah mata air. Bersembunyilah engkau di dekatnya dan saksikan apa yang akan
terjadi”!
Musa pun pergi ke mata air yang
ditunjukkan kepadanya. Tidak lama kemudian, datanglah seorang penunggang kuda.
Ia turun dari kudanya, mengambil air dan minum. Saat itu, ia menyimpan
sekantong uang. Dengan tergesa-gesa ia pergi sehingga lupa membawa uang yang
disimpannya.
Tidak lama kemudian, datanglah
seorang anak kecil untuk mengambil air. Ia melihat sekantong uang lalu
mengambilnya dan langsung pergi.
Setelah anak itu pergi, datanglah
seorang kakek buta. Ia mengambil air untuk minum, berwudhu dan sholat. Setelah
si kakek selesai sholat, datanglah penunggang kuda tadi untuk mengambil uangnya
yang tertinggal. Ia menemukan kakek buta itu sedang berdiri dan akan segera
beranjak pergi.
“Wahai kakek tua, kamu pasti
mengambil kantongku yang berisi uang”!
Betapa kagetnya kakek itu. Ia
berkata, “Bagaimana saya dapat mengambil kantong Anda, sementara mata saya
tidak dapat melihat?”
“Kamu jangan berdusta. Tidak ada
orang lain disini selain dirimu”!
Bentak si penunggang kuda. Setelah bersitegang, akhirnya kakek buta itu
dibunuhnya. Kemudian, ia menggeledah baju si kakek, sayang ia tidak menemukan
uang yang dicarinya.
Saat melihat kejadian tersebut nabi
Musa protes kepada Allah SWT, “Ya Allah, hamba sungguh tidak sabar melihat
kejadian ini. Namun hamba yakin Engkau Maha Adil. Mengapa kejadian itu bisa
terjadi”?
Allah SWT mengutus malaikat Jibril
untuk menjelaskan apa yang terjadi. “Wahai Musa, Allah Maha Mengetahui
hal-hal gaib yang tidak engkau ketahui. Anak kecil yang mengambil kantong itu
sebenarnya mengambil haknya sendiri. Dahulu, ayahnya pernah bekerja pada si
penunggang kuda, tetapi jerih payahnya tidak dibayarkan. Jumlah yang harus
dibayarkan sama persis dengan yang diambil anak itu. Sementara si kakek buta
adalah orang yang membunuh ayah anak kecil itu sebeluk ia mengalami kebutaan”.
Sumber:
Abdurrahim, Sulaiman dan Abu Fawwaz dalam Asmaul Husna Effects
Saudaraku, begitulah keadilan Allah,
SWT terhadap makhluknya. Terkadang kita sering berburuk sangka kepada Allah
SWT. Kita sering merasa mengapa hanya kita yang diberi kesulitan oleh Allah
SWT, sementara orang lain kita lihat selalu mendapat kebahagiaan dan
kesenangan. Mengapa kita begitu sulit mencari nafkah, ketika orang lain begitu
mudahnya mendapatkan kekayaan materi. Sering, karena keterbatasan kita sebagai
manusia tidak mampu membaca keadilan Allah secara tepat. Kita menganggap Allah
tidak adil karena keputusan-Nya terasa janggal dan merugikan diri kita.
Saudaraku, penulis ingin menutup
tulisan ini dengan firman Allah:
“Boleh jadi kamu membenci sesuatu,
padahal ia amat baik bagimu; dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu,
padahal ia amat buruk bagimu. Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.”
(Q.S. Al Baqarah : 216)
Semoga Allah SWT mengampuni kita
yang telah berburuk sangka kepada-Nya.
Kisah Cincin Nabi Sulaiman yang Hilang
Walaupun Baginda Nabi Sualiman as hebat dan pintar, namun Beliau juga pernah digoda oleh setan atau Iblis.
Dikisahkan oleh Wahab bin Munabbib.
Nabi Sulaiman as ini selalu mengenakan cincin di jarinya dan tidak
pernah dilepas baik pada siang ataupun malam, kecuali kalau beliau akan
masuk ke kamar kecil barulah cincin itu dilepasnya.
Kisahnya
Pada suatu hari nabi Sulaiman as akan pergi ke kamar kecil, maka cincin
tersebut dititipkan kepada bawahan yang dipercayainya. Di atas cincin
itu tertulis nama Allah SWT. Ketika Nabi Sulaiman as berada di kamar
kecil itulah setan datang dan mendekati bawahannya yang membawa cincin.
Rupa dan bentuk setan itu sama persis dengan Nabi Sulaiman as. Sang
ajudan pun tidak ragu sedikitpun, lalu diserahkannya cincin itu kepada
setan yang menjelma menjadi Nabi Sulaiman as tersebut.
Setelah itu, setan itu memakai cincin itu di jari manisnya.
Setan kemudian menghadap para hulu balang dan duduk dengan tenangnya di
atas singgasana kerajaan Nabi Sulaiman as. Saat itu pula maka datanglah
semua anggota kerajaan baik yang dari golongan jin maupun manusia, para
burung dan binatang lainnya. Mereka semua mengira bahwa yang duduk di
singgasana itu adalah Nabi Sulaiman as yang asli.
Ketika Nabi Sulaiman as keluar dari kamar kecil, ia meminta cincin dari
anak buahnya tadi, dan betapa kagetnya si anak buah karena cincin tadi
telah diberikan kepada Sang Raja. Si anak buah dengan wajah agak heran,
lalu bertanya kepada Sang Raja,
"Wahai Sang Raja, siapakah Anda ini?"
"Aku adalah Rajamu wahai pengawalku."
"Ampun paduka, bukankah Tuanku tadi telah meminta cincin tersebut lalu segera pergi keluar dan duduk di singgasana kerajaan..?"
Ditolak Penduduk Sekitar
Namanya juga NABI...
Benar saja, Nabi Sulaiman as telah mengetahui bahwa sesungguhnya setanlah yang telah menipu para pengawalnya.
Nabi Sulaiman as akhirnya memutuskan untuk pergi meninggalkan istana
menuju tempat yang sepi, yaitu di hutan. Dalam perjalanannya yang jauh
itu, kadang-kadang beliau terpaksa meminta makanan kepada penduduk
sekitar.
Orang-orang kampung bertanya,
"Wahai Saudara, siapakah Anda ini?"
"Aku adalah Sulaiman bin Dawud," jawab Nabi Sulaiman as.
"Kami tidak percaya. Kalau engkau adalah Sulaiman bin Dawud, pastilah
engkau memakai cincin yang bertuliskan Allah SWT," sergah salah seorang
penduduk.
Orang-orang penduduk sekitar tidak percaya sama sekali dengan pernyataan Nabi Sulaiman as.
Akhirnya Nabi Sulaiman melanjutkan perjalanan lagi, mengembara selama 40
hari 40 malam dengan menanggung rasa lapar yang amat sangat dan pakaian
yang compang-camping, lagi kepalanya terbuka. Beliau datang ke pesisir
pantai dan berteman dengan para nelayan yang mencari ikan di laut.
Dibantu Anak Buahnya yang Alim
Pada suatu hari, Ashif bin Barkhaya (seseorang yang diberi ilmu oleh
Allah SWT, yang juga anak buah Nabi Sulaiman) berkata kepada kaum Bani
Israil, bahwa cincin Nabi Sulaiman as telah diambil alih oleh setan,
lalu Nabi Sulaiman as pergi. Ketika setan sedang sedang duduk di
singgasana kerajaan, Ashif menolak dengan tegas bahwa dia bukanlah Nabi
Sulaiman as. Maka setan itu pun akhirnya lari dan membuang cincin itu ke
tengah laut dan dimakan ikan.
Dari situlah Allah SWT mengarahkan Nabi-Nya ke tempat para nelayan
dengan tujuan agar Nabi Sulaiman as memburu ikan yang menelan cincinnya
itu. Atas perintah Allah SWT, ikan itu merapat ke pinggir dan berhasil
ditangkat oleh Nabi Sulaiman as. Setelah itu, perut ikan itu dibedah dan
ditemukan sebuah cincin yang beliau cari.
Setelah cincin diambil dan dipakai, Nabi Sulaiman as langsung sujud syukur kepada Allah SWT.
Nabi Sulaiman as akhirnya dapat memimpin kerajaannya kembali seperti sedia kala.
Allah SWT berfirman,
وَلَقَدْ فَتَنَّا سُلَيْمَانَ وَأَلْقَيْنَا عَلَى كُرْسِيِّهِ جَسَدًا ثُمَّ أَنَابَ
Artinya:
"Dan Sesungguhnya Kami telah menguji Sulaiman dan Kami jadikan (dia)
tergeletak di atas kursinya sebagai tubuh (yang lemah karena sakit),
kemudian ia bertaubat."
(QS. As-Shaad: 34).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar